Kemampuan Mengamati Fenomena




Hal mendasar yang harus dipahami, pertama-tama adalah bahwa sebuah fenomena atau kejadian mengandung dua dimensi : statis dan dinamis. Dengan perkataan lain, fenomena yang terjadi harus ditanggapi sebagai kenyataan yang dwipurwa : di satu pihak fenomena itu disikapi sebagai kenyataan belaka (realitat an sich), di pihak lain disikapi sebagai kenyataan yang menjangkau lebih jauh di balik kenyataan tersebut yang secara sederhana berupa dorongan untuk mengetahui "ada apa di balik fenomena" itu.

Dimensi statis maksudnya adalah kejadian itu dipandang sebagai "takdir" semata, tidak bisa digugat atau diduga "ada apa-apanya" di balik fenomena itu. Sedangkan, dimensi dinamis maksudnya fenomena itu "ada apa-apanya" dan berkemungkinan mengalami perkembangan, perubahan, atau "sebenarnya tidak harus terjadi".

Sebagai contoh adalah fenomena sosial berupa trend kerusuhan. Ketika muncul kerusuhan di Tasikmalaya, misalnya, yang dipicu oleh peristiwa pemukulan seorang polisi terhadap seorang kyai (pemimpin pesantren), tentu pengamatan akan berhenti ketika diketahui bahwa pemicu kerusuhan itu adalah ulah polisi tadi (dimensi statis).

Pengamatan akan berkembang ketika kita jauh berpikir tentang mengapa pemukulan itu dapat menggerakkan massa; mengapa amarah massa tidak terkendali padahal mereka warga Tasik yang dikenal sebagai umat Islam yang taat; adakah yang merekayasa, menunggangi, atau memanfaatkannya; bagaimana status kyai di kalangan masyarakat; bagaimana kondisi sosial masyarakat Tasik sebenarnya; adakah kaitannya dengan kecemburuan sosial (gap kaya-miskin) mengingat toko-toko warga nonpri menjadi sasaran; mengkinkah kerusuhan serupa muncul pada masa depan, bagaimana prakondisinya, dan seterusnya.

Contoh lain yang sederhana adalah tentang fenomena alam. Misalnya, ketika kita menyaksikan daun pohon bergoyang diterpa angin. Pengamatan akan dimensi statis akan berhenti ketika kita tahu bahwa daun bergoyang karena diterpa angin. Jika kita mengejar dimensi dinamis-nya, kita akan bertanya mengapa daun bergoyang diterpa angin. Jika jawabannya adalah karena daya tahan daun lebih rendah ketimbang daya tekan angin, mengapa hal itu terjadi, dan seterusnya.
Masihkah kita berpikiran statis akan segala fenomena yang terjadi di sekitar kita?