SISTEM PERS BRASIL

Pemulihan demokrasi, kebebasan sipil dan supremasi hukum juga sangat mempengaruhi pers di 1980-an. Pada 1990-an, surat kabar dan wartawan memainkan peran yang sangat penting dalam mencela dan masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, tunawisma dan korupsi politik.

Kantor Pers Royal dicetak surat kabar Brasil pertama, Gazeta do Rio de Janeiro, pada 10 September 1808. Yang pertama kali Gazeta mingguan, dan kemudian surat kabar harian. Surat kabar itu menjabat hanya sebagai juru bicara resmi untuk keluarga kerajaan, berita penerbitan dari Eropa dan tindakan resmi pemerintah.

Salah satu surat kabar berpengaruh Brasil pertama, Brasiliense Correio. Pendirinya, Hipólito da Costa, dibenarkan pilihan pencetakan kertas di luar negeri dengan mengingatkan kritikus lokal dari sensor Portugis sengit, dan risiko yang akan mengancam editor yang berani mengkritik Raja. Meskipun Correio 's edisi pertama diterbitkan pada 1 Juni, 1808, tiga bulan sebelum Gazeta pertama kali muncul, yang terakhir masih dianggap oleh kebanyakan sejarawan koran Brasil pertama.

Pada 1964, kondisi pers Brazil tidak berbeda dengan kondisi pers Indonesia pada masa orde baru. Pemerintah dan militer mendominasi dan mengatur penyiaran pers. Mulut para jurnalis tidak dapat bebas berkicau dan tangan mereka juga tidak bebas menari diatas media. Penjara dan hukuman pidana menjadi halangan bagi para jurnalis untuk mendapatkan kebebasan. Segala pemberitaan yang dibuat adalah perpanjangan mulut dari pemerintah dan militer.

Pada 1986, ke-otoriteran militer berakhir. Bukan hanya pemerintah yang lega, begitu pun media massa seakan seperti ’burung yang terbang sesuka hatinya’. Sensor terhadap media ditiadakan. Dan ini berlangsung hingga Mei 2009 lalu. Selama 23 tahun, media massa di Brasil bebas dalam penyebaran informasinya.

Presiden Joseph Sarney adalah seseorang yang telah merubah sistem pers di Barsil dari kediktatoran militer hingga menjadi demokrasi (bebas).

Kebebasan terhadap pers adalah yang paling utama di negara ini. Menurut Wakil Duta Besar Brasil di Indonesia Cesar De Paula Cidade, media massa di Brasil bebas dalam memberitakan apapun. Pemerintah tidak berhak menutup atau ’membredel’ sebuah media cetak atau elektronik jika ’keterlaluan’ dalam pemberitaannya. Setiap media mempunyai ’pakem’ di diri sendiri.

Seperti yang sudah dijelaskan, Brasil tidak memiliki larangan apa pun untuk media cetak atau elektronik. Contoh kebebasannya adalah menyiarkan film-film yang seharusnya ditonton oleh umur 17 tahun ke atas. Namun, disiarkan pada siang hari yang kebanyakan anak-anak dibawah umur dapat menyaksikannya.

Tidak ada istilah ’watch dog’ di Brasil, menurut Cesar, they have own watchdog temself. Sama dengan media di Indonesia, media di Brasil juga ada konglomerasinya.

Brasil kurang lebih memiliki 465 surat kabar harian, 2020 surat kabar non-harian, 138 stasiun televisi, dan 1822 satisiun radio. Dari semua itu, masyarakat Brasil lebih sering menonton televisi dan mengakses internet.
Banyak media massa di Brasil, juga banyak macam segmentasi media cetak dan media eletroniknya. Seperti ada surat kabar yang menganut komunis. Intinya setiap media massa di Brasil memiliki orientasi yang berbeda.

Pemerintah Brasil pun memiliki medianya sendiri. Pemerintah Brasil memiliki koran yang khusus untuk pemerintah yang bernama “National Press”. Koran tersebut juga dapat di akses rakyat Barsil melalui Internet. Dan juga memiliki stasiun radio yang ada jam khususnya. Jam khusus disini maksudnya adalah jika pemerintah ingin menyebarkan pengumuman untuk rakyat Brasil. Stasiun radio ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.

Dua lembaga pers Brasil memainkan peran yang sangat penting dalam transisi ke pemerintahan demokratis pada 1970-an-Asosiasi Press Brasil (Associacao Brasileira de Imprensa-ABI) dan Federasi Jurnalis Nasional (Federação Nacional dos Jornalistas-FENAJ).Mantan wartawan tidak hanya berkumpul, tetapi juga editor, penerbit dan pemilik surat kabar, sedangkan yang kedua adalah organisasi profesional yang paling penting bagi para jurnalis di negeri ini.

Sebagian besar media massa di Brasil adalah milik swasta dan ada subsidi pemerintah tidak ada untuk perusahaan media, kecuali untuk radio pendidikan dan TV-biasanya satu perusahaan penyiaran publik di setiap negara memiliki dan mengoperasikan televisi pendidikan dan stasiun radio. Kode Telekomunikasi tahun 1997 menciptakan sebuah agen federal yang mengawasi proses pemberian lisensi kepada perusahaan-perusahaan telekomunikasi di negara ini.

Jika mempertanyakan, sistem pers apakah yang dianut oleh negara Brasil? Jawabannya adalah tidak tahu. Sebab, masalah ini diperbicangkan di parlemen atau pemerintah. Hingga 2010 kini, Brasil belum menetapkan sistem pers apa yang mereka anut. Mereka masih membuat perencaan yang baru untuk pers brasil yang lebih baik.

Dampak Televisi dan Cara Mengatasinya

Media massa cenderung kian menginspirasi orang dalam melakukan kejahatan. Pelaku kriminalitas cenderung meniru praktik kejahatan lainnya melalui media massa. Indikasinya adalah munculnya gejala kemiripan kasus-kasus kriminalitas yang menonjol pada tahun ini (Tempo, 10/10).

Kriminalitas yang terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dilakukan oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah melainkan masyarakat atas. Apakah fenomena tersebut murni akibat tayangan dari televisi? Lalu, siapa yang seharusnya bertanggung jawab? Bagaimana cara mengatasi dampak tersebut? Pihak-pihak yang berada di bidang pertelevisian merupakan salah satu faktor dari dampak ke masyarakat. Setiap ada masalah, tidak mungkin hanya terdiri dari satu faktor.

Dampak televisi ini dapat ditinjau dari segi sosiologis dan antroplogis. Dampak ini juga selalu menjadi wacana di surat kabar. Masalah ini memicu gejolak di hati para pemirsa.

Untuk menjawab pertanyaan ini, Dimas Dito mewawancarai Rimbo Gunawan, Pakar antropologi dan sosiologi. Wartawan melakukan wawancara dengan Rimbo Gunawan di ruang dosen gedung C, Fisip Unpad Jatinangor, Senin (17/11) siang. Dosen yang dikenal nyentrik karena rambut gondrongnya ini lahir di Sukabumi pada tanggal 13 Mei 1967. Dosen yang sedang mengejar S3 di Universitas Ateneo de Manila ini merupakan dosen tetap ilmu pemerintahan Unpad. Keseharian beliau selain menjadi dosen adalah mengurus websitenya dan kelompok motornya yang berada di Bandung. Saat ini, beliau juga sedang melakukan penelitian tentang politik konservasi.

Berikut petikan wawancaranya :

Menurut anda, bagaimana pengaruh televisi terhadap masyarakat?

Pengaruhnya secara sosiologis sangat besar kepada khalayak karena media biasanya menjadi rujukan. Hal ini menjadi studi kontemporer yang sangat besar. Hal ini terkait dengan power of media yang cukup kuat. Ada banyak jurnal dan ada banyak studi yang terkait dengan peran media di dalam masyarakat, baik itu sebagai sarana untuk sosialisasi atau internalisasi terhadap suatu nilai tertentu. Jika media itu banyak berisi tentang hal yang tak mendidik, pasti akan berdampak buruk bagi masyarakat. Mendidik atau tidak mendidik itu adalah problemnya. Bisa jadi orang dari berbagai sudut melihat apakah suatu tayangan mendidik atau tidak mendidik. Hal tersebut tergantung kepada kedewasaan orang tersebut. Masalahnya adalah masyarakat kita tidak sama dalam melihat hal tersebut.

Mengapa pengaruh dari televise lebih mudah ditiru?

Karena sebagian orang menganggap televisi itu adalah cerminan masyarakat. Harapan orang terhadap televisi juga merupakan harapan masyarakat. Harus ada penguatan dari masyarakat itu sendiri untuk menyaring tayangan tersebut.

Ada kesan bahwa televisi itu cenderung memengaruhi masyarakat?

Televisi mempunyai kapasitas untuk memengaruhi masyarakat, bukan cenderung. Itu semua tergantung kepada manusianya itu sendiri. Di budaya Amerika seeing is believing. Ini adalah kultur di Amerika bahwa melihat itu lantas percaya. Di budaya Arab, listening is believing. Jika di Indonesia sendiri, melihat cenderung sebagai sesuatu yang dipercaya. Padahal itu bisa saja menipu.

Mengapa hanya orang-orang dari kalangan menengah ke bawah yang mudah terpengaruh oleh tayangan televisi?

Ini disebabkan karena tingkat kematangan mereka di level rendah. Setiap hari, mereka dicekoki oleh tayangan televisi yang menggambarkan pola hidup yang serba gampang. Mereka tidak tahu bagaimana cara mendapatkan uang itu. Untuk itu, mereka mendapatkan kesempatan yang mudah dengan cara yang shortcut juga. Dengan cara-cara yang ilegal. Tetapi tidak hanya orang miskin saja yang mendapatkan kesempatan itu, orang kaya juga memiliki kesempatan. Yang membedakannya adalah kualitas atau modus pada strata sosial ini.

Contohnya bagaimana yang dimaksud dengan cara-cara yang ilegal?

Biasanya, orang miskin mengekspresikan secara kasar seperti mencuri, merampok, dan membegal. Beda lagi dengan orang kaya. Orang kaya melakukan kegiatan yang ilegal secara intelek dan halus seperti korupsi dan money laundring atau macam-macam. Yang jelas, mereka mempunyai kesempatan untuk itu.

menurut Ketua KPI, Bimo Nugroho, ada hubungan erat kekerasan dalam tayangan televisi dan di kehidupan nyata, bagaimana komentar anda tentang pernyataan tersebut?

Itu memang benar seperti yang saya katakan tadi bahwa apa yang dilihat itulah kenyataan. KPI memang tidak punya gigi, mereka mempunyai kewenangan untuk mengatakan baik dan tidak baik. Tetapi, aplikasi atau operasional dari sangsi itu tidak cukup kuat untuk menahan dan menegakkan apa yang menjadi kontrol masyarakat.

Menurut Pimpinan Redaksi TV One pada sebuah debat mengenai dampak buruk media di acara Barometer yang disiarkan di SCTV, berita tentang kekerasan atau narkoba jika tidak disiarkan juga akan menjadi masalah di dalam masyarakat, bagaimana tanggapan anda terhadap komentar tersebut?

Televisi bisa direspon beragam. Bisa jadi itu menginspirasi atau ini juga menjadi bahan pembelajaraan orang supaya tidak tertipu. Ini adalah positif dan negatifnya. Semua ini tergantung kepada pemirsa. Sayangnya, televisi sekarang tidak mencantumkan bahwa siaran ini harus ada bimbingan. Tanggung jawab tetap saja kepada pemirsa.

Apakah KPI sudah mengetahui dampak tersebut?

Saya kira mereka sudah mengetahui. Tetapi, mereka hanya mengeluarkan statement normatif. Mereka hanya memberi statement tetapi tidak mereka tidak mempunyai perangkat untuk mengontrol tayangan televisi. Misalnya tayangan televisi itu merusak dan mengganggu. Mereka hanya ngomong itu. Sekarang saja ada keinginan untuk menunda siaran tertentu, tetapi apakah itu efektif. Sebenarnya yang bekerja itu mekanisme uang artinya, tayangan itu ratingnya tinggi karena banyak orang suka. Tetapi kontennya tidak mendidik.

Jadi, hanya televisi saja yang harus mengontrol tayangan mereka?

Sebenarnya bukan televisi saja. Masyarakatnya juga harus mengontrol dengan cara menyaring apa yang ia tonton. Masyarakat harus mempunyai filter yang kuat dalam hal ini. Masyarakat harus dididik. Jika masyarakat melakukan boikot terhadap televisi, pasti yang mengalami kerugian adalah televisi itu sendiri. Sayang di Indonesia belum cukup kuat untuk mengontrol televisi. Di luar negeri, saya pernah melihat, masyarakat atau konsumen itu dapat menentukan bahwa televisi ini layak atau tidak. Mereka membuat statement tentang itu.

Lalu, bagaimana dengan pengaruh buruk terhadap anak-anak yang belum mempunyai filter dalam diri mereka?

Anak-anak harus diawasi oleh orang tua. Efektifnya, harus ada kontrol dari keluarga. Di Jepang, anak-anak hanya mempunyai waktu yang terbatas dalam menonton TV. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk belajar. Di Indonesia, anak-anak sepertinya kurang mendapatkan pengawasan karena orang tua mereka yang aktif bekerja. Tayangan yang bisa dibilang memengaruhi anak-anak sebaiknya ditayangkan di atas waktu prime time. Seperti jam sepuluh ke atas setelah anak-anak tidur.

Dalam kasus ini apakah murni hanya pihak televisi yang bertanggung jawab?

Kesalahan saya kira dari produsen. Intinya adalah yang harus bertanggung jawab adalah mereka yang mengijinkan siaran itu tayang. Masyarakat juga harus mempunyai control yang kuat.

Apakah pemerintah tidak ikut bertanggung jawab?

Apa lagi yang bisa diminta dari pemerintah. Sejak dulu, pemerintah sudah pernah membentuk badan sensor dan lembaga lainnya tetapi tetap tidak efektif. Semuanya kembali kepada kesadaran kolektif masyarakat itu sendiri. Mereka harus mengordinasikan sendiri apa yang baik untuk dirinya.

Disini, apakah televisi sekarang hanya mencari unsur kehebohan atau sensasi?

Itu memang betul. Sekarang televisi hanya condong kepada tayangan yang sifatnya glamour, mahal, hal-hal yang kaya materi, dan pergaulan bebas. Masih mengejar kepada sifat ekonominya.

Mengapa hal itu bisa terjadi di pertelevisian?

Saat ini, semua lebih karena ingin mendapatkan uang yang banyak. Untuk mendapatkan rating. Semua ini hanya persoalan bisnis semata.

Apakah ada media televisi yang benar-benar netral?

Saya kira tidak ada media yang netral. Semua pasti dimiliki oleh para pemilik modal. Media televisi di indonesia menganut sistem liberal. Sangat terbuka. Lihat saja di sebuah stasiun televisi yang dimiliki oleh Bakrie, televisi itu tidak akan memberitakan masalah lumpur Lapindo. Jika diberitakan, tidak akan bersifat provokasi. Ini semua demi kepentingan sang pemilik modal. Ada juga di stasiun televisi lain, acara Golkar bersama Surya Paloh yang ditayangkan berjam-jam. Padahal hal tersebut tidak berguna sama sekali.

Berkaitan dengan pengesahan RUU Pornografi, apakah kualitas televisi akan menjadi baik?

Saya kira akan berubah menjadi baik, tetapi kita lihat saja nanti. Sebenarnya saya tidak setuju dengan pengesahan tersebut karena dilihat dari kultur budaya akan memasung keberagaman. Masalahnya tidak ada definisi yang jelas tentang apa itu pornografi. Moralitas saya kira tidak bisa dijadikan undang-undang.

Harapan anda tentang siaran televisi yang baik bagi masyarakat ?

Kalau saya harapannya bukan ke televisinya, tetapi lebih kepada masyarakatnya. Masyarakat harus bisa memilih. Televisi juga harus memiliki self control yang lebih baik lagi. Tetapi yang penting bagaimana mendidik masyarakat agar mereka paham bahwa televisi itu bukan segalanya. Apa yang ditampilkan di televisi itu bukan representasi kejadian yang mutlak. Televisi juga harus mengikuti aturan pemerintah atau aturan penyiaran segala macem. Masyarakat harus diperkuat lagi bahwa televisi bukan segalanya.

Media Baru Potensial Tegakkan Demokrasi yang Bebas Korupsi

Bandung, (INSEPSI).–

Ruang publik belum seluruhnya dikuasai oleh kuasa negara dan kuasa modal, akan tetapi juga menunjukkan semakin pentingnya peranan media baru seperti internet, telepon seluler, dan jejaring sosial. Media baru ini telah mampu menggandakan informasi dan diskursus publik.
       Itulah kutipan orasi ilmiah yang disampaikan Rizal Malik, M.A dalam acara puncak perayaan Dies Natalis ke-50 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran di Gedung Graha Sanusi Kampus Unpad Dipatiukur, Selasa (12/10). Selain civitas akademika dari Unpad dan universitas lain, turut hadir dalam acara tersebut beberapa perwakilan media.
       “Siapa yang bisa menguasai internet? Gak ada yang bisa menguasai internet,” ungkap mantan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) ini saat diwawancara usai menyampaikan orasinya. “Itu punya potensi demokratisasi yang sangat besar,” sebutnya.
       Rizal melanjutkan bahwa aksi nyata di kehidupan nyata adalah segalanya. “Kita tidak tahu apakah potensi itu bisa dilakukan untuk perubahan atau tidak. Bila tidak diriilkan dalam satu gerakan masyarakat yang terorganisasi, ia tidak akan bermakna apa-apa,” lanjutnya
       Dalam orasi ilmiahnya, pria Minang yang sedari mahasiswa aktif dalam berbagai organisasi ini menyebut bentuk konkret dari media sebagai pilar keempat demokrasi ini. “Keberhasilan mobilisasi dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam episode Cicak vgersus Buaya tahun lalu, ataupun mobilisasi dukungan kepada Pritha Mulyasari, merupakan dua kasus yang menunjukkan bahwa media dapat memainkan peranannya yang transformatif,” terangnya.
       Orasi ilmiah yang berjudul “Menuju Pendidikan Komunikasi yang Demokratis” tersebut menyoroti tiga hal besar, yaitu demokrasi, korupsi, dan media. Tokoh yang posisinya di TII digantikan Teten Masduki ini dalam orasinya menyebut bahwa Indonesia negara bebas di Asia Tenggara dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, masih tergolong sebagai salah satu negara korup.
       “Inilah paradoks demokrasi di Indonesia. Kita bangga menjadi salah satu negara paling demokratis di dunia, akan tetapi demokrasi di Indonesia belum juga menghasilkan kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya, bahkan semakin membiakkan korupsi,” ungkap lulusan Fikom Unpad tahun 1981 ini dalam paparan orasinya.
       Terkait media yang secara teori merupakan fasilitator diskursus dan perdebatan rasional dalam ruang publik, Rizal mengatakan dalam wawancara bahwa kini media tak lepas dari berbagai kepentingan. “Kepentingan politik dan kepentingan modal itu bisa masuk ke media,” lanjutnya.
       Sebuah pengharapan dari mahasiswa angkatan 1974 ini kepada almamaternya, diutarakan di akhir orasi. Ia berharap, “Fakultas Ilmu Komunikasi memainkan peranan penting dalam pengembangan ruang publik yang baru, dan ikut aktif dalam membangun Indonesia yang demokratis, yaitu satu negeri yang memberikan akses kepada lebih banyak lagi warganya berpartisipasi dalam proses-proses politik, sehingga demokrasi dijamin keberlanjutannya di negeri ini.”  
       Rizal Malik merupakan salah satu lulusan Fikom Unpad—fakultas berpredikat sebagai satu-satunya fakultas ilmu komunikasi di perguruan tinggi negeri—yang turut memberikan sumbangsih untuk kemajuan negeri.
       Tema dari Dies Natalis Fikom Unpad ke-50 ini yaitu “Dedikasi bagi Negeri”. Menginjak usianya yang dewasa, fakultas yang dipimpin Prof.Deddy Mulyana ini memiliki impian agar para civitas akademika dan lulusan Fikom Unpad dapat berkontribusi dan berdedikasi untuk negeri.
       Dalam sambutannya, Prof.Deddy Mulyana mengatakan, “Ada impian bahwa pada suatu saat kelak, sebagian besar dosen dari Fikom Unpad ini akan menjadi para doktor dan profesor yang disegani, punya wawasan keilmuan yang luas, megnhasilkan karya-karya ilmiah berkualitas, dan berkiprah di masyarakat tanpa meninggalkan tugas utama mereka di fakultas.”
        Fikom Unpad kini memang sudah bertransformasi, tak hanya dengan infrastrukturnya yang yang lebih lengkap tetapi juga dari segi kualitas pengajarannya dan pelayanannya kepada mahasiswa. Melihat perkembangan dunia komunikasi yang semakin pesat, kebutuhan akan para sarjana komunikasi yang berkompetensi menjadi meningkat. Hal itu pula yang menyebabkan Fikom Unpad begitu diminati oleh para calon mahasiswa. Pada awal berdirinya fakultas ini hanya memiliki 150 mahasiswa, dan kini jumlah mahasiswanya dapat mencapai sepuluh kali lipatnya. (AG)

Ir. Surjamanto, M.T: Handalnya Rumah Tradisional

Terletak antara pertemuan lempengan-lempengan dunia yakni: Lempengan Samudra Pasifik, Lempengan Indo-Australia, dan Lempengan Eurasia, serta banyaknya gunung api yang masih aktif menjadikan Indonesia merupakan salah satu negara paling sering mangalami bencana gempa bumi di dunia. Gempa berskala besar, baik tektonik maupun vulkanik yang sering kali menimpa Indonesia menyebabkan bangunan-bangunan dan rumah penduduk, banyak yang mengalami kerusakan. Intensitas gempa di Indonesia yang terlalu sering juga memakan banyak korban.
Bukan gempa yang menimbulkan banyak korban, tapi bangunan. Begitu kata orang bijak. Kebanyakan korban akibat gempa berasal dari mereka yang tertimbun reruntuhan bangunan. Maka jumlah korban harus ditekan serendah mungkin dengan mendirikan bangunan, terutama rumah tinggal, yang tahan guncangan. Bagaiman konstruksi dan struktur rumah yang tahan guncangan gempa itu?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut. Suhervandri, Mahasiswa Jurnalistik Fikom Universitas Padjadjaran, mewawancarai Ir. Surjamanto W., M.T., dosen Keahlian Struktur, Konstruksi, dan Bahan lingkup Thermal, Fakultas Arsitektur, Institut Teknologi Bandung (ITB). Calon doktor yang sudah sering menjadi pembicara di berbagai seminar perancangan rumah dan struktur bangunan ini mengatakan kalau rumah berbahan kayu lebih tahan gempa dibanding rumah berbahan dasar batu. Wawancara dilakukan pada hari Selasa, 8 Desember 2009, pukul 08.30 WIB.
Berikut petikan wawancaranya,
Bagaimana tanggapan Anda mengenai berita ini?
Kita sadar gempa bumi itu selalu terjadi di Negara kita. Menurut sejarahnya Indonesia memang terbentuk dari rangkaian gunung-gunung. Jepang juga demikian. Philipina juga demikian. Jadi dareah-daerah kepulauan itu memang terbentuknya dari pertemuan lempeng-lempeng bumi. Kita tidak bisa menghindar dari gempa. Kita harus bersahabat dengan keadaan alam yang memang udah ditakdirankan untuk sering dlanda gempa.



Menurut Anda, Konstruksi bangunan yang tahan terhadap guncangan gempa itu seperti apa?
Istilah konstruksi sebenarnya kurang tepat digunakan. Tepatnya istilah konstruksi itu adalah struktur. Struktur bangunan atau gedung. .Konstruksi itu sebenarnya secara umum, kalau dalam bahasa inggris, construction yang artinya membangun atau pembangunan. Kalau konstruksi dari bahasa Belanda yang kita warisi, itu artinya detail-detail sambungan. Jadi ada pemahaman yang salah dikalangan arsitek maupun masyarakat mengenai konstruksi dengan struktur itu sendiri. Benarnya, kalau kita membahas gedung atau bangunan tahan gempa, kita bicaranya tentang struktur. Masalah bangunan, banyak orang menyebut bangunan itu hanya sebagai sebuah rumah atau gedung. Padahal bangunan itu secara umum artinya lebih luas lagi. Jalan, jembatan, waduk, gorong-gorong, itu semua juga dikatakan sebagai bangunan.
Jadi rumah atau gedung merupakan bagian dari bangunan. Bicara mengenai bangunan tahan gempa, kalau di arsitektur, lebih membahas menegnai gedung tahan gempa. Gedung tahan gempa ini strukturnya harus memenuhi beberapa kaidah tahan gempa yang diantaranya adalah beban gempanya harus kecil.

Maksudnya?
Beban gempa harus kecil ini maksudnya adalah, massa bangunan tersebut harus lebih kecil. Mungkin pengertian massa agak kabur di masyarakat. Umumnya mereka kurang memahami massa. Mereka lebih memahami berat. Misalnya berat gedung. Sebetulnya itu adalah masa gedung. Bukan berat gedung. Jadi massa atau dimasyarakat umum menyebutnya berat, itu harus lebih kecil.

Menurut Indrato, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah, LPJ KD, Jawa Barat, Bencana gempa Jawa Barat 2009 merupakan pelajaran berharga untuk dunia konstruksi. Apa tanggapan anda mengenai peryataan tersebut?
Tentunya tidak hanya di Jawa Barat saja, di Indonesia atau di mana saja. Gempa tersebut merupakan pelajaran juga bagi masyarakat secara umum. Terutama, yang berkepentingan atau yang memegang kebijakan mengenai pembangunan. Seperti pemerintah daerah, atau kalangan industri konstruksi, arsitek, tehnik sipil, maupun civil engginer. Masyarakat umum pun seharusnya belajar. Saya lihat di daerah tasik itu, masyarakatnya rame-rame mengganti rumah kayu mereka menjadi rumah batu. Mereka menganggap rumah batu itu lebih bergengsi. Karena mereka lihat di kota, rumah yang kelas ekonominya menengah ke atas itu menggunakan material batu bata. Yang tentu saja dalam hal ketahanannya terhadap gempa lebih jelek dibandingkan dengan rumah kayu yang massanya lebih ringan.


Berarti, Sebaiknya masyarakat Indonesia tetap memakai material kayu dan mempertahankan rumah kayunya. Benar seperti itu?
Ya. Sebaiknya mereka mempertahankan rumah tradisional yang merupakan peninggalan dari leluhurnya tersebut. Sebetulnya rumah kayu tradisional peninggalan leluhur ini sudah sangat bagus dan tepat di daerah rawan gempa seperti Indonesia ini. Walaupun roboh saat gempa, itu sangat mudah diperbaiki dan tidak akan membunuh.

Menurut Indrato lagi, Bangunan yang runtuh saat terjadi gempa tidak akan memakan banyak korban seandainya saat mendirikan bangunan menaati berbagai kaidah tentang teknis konstruksi. Apa kaidah teknis konstruksi tersebut?
Agar bangunan tersebut tahan gempa, harus memenuhi beberapa kaidah. Pertama, seperti yang sudah saya sebutkan tadi, massa bangunan harus serendah mungkin. Kedua, sistem strukturnya harus benar. Misalnya, kita mengenal struktur rangka bangunan. Secara umum struktur rangka bangunan itu kekuatannya dibentuk oleh rangkanya. Rangka itu gabungan antara tiang, balok dan berbagai macam. Nah, kekakuan rangka tersebut yang menentukan apakah dia tahan gempa atau tidak. Kemudian, ada gabungan antara rangka dengan bidang geser atau secara umum orang menyebutnya dinding geser, Gabungan antara rangka dan dindining geser ini bila aturannya sesuai, akan kuat menahan beban lateral seperti gempa bumi. Itu beberapa kaidah struktur bangunan tahan gempa.
Tapi perlu diingat bahwa ada kaidah-kaidah lain yang menentukan. Selain massa gempa dan struktur yang benar, konstruksi saat membangun gedung pun harus benar. Misalnya pada waktu membuat tulangan-tulangan pada tiang dan balok, sambungan-sambungan tulangan harus dilakukan dengan benar. Seperti, tulangan balok harus dilanjutkan turun pada kolomnya itu dengan panjang tertentu. Demikian juga tulangan kolom, harus dibelokkan masuk ke dalam balok dengan panjang tertentu dan dikaitkan agar pada waktu gempa tidak terlepas antara kolom dan balok. Kebanyakan, struktur rangka dari beton, kerusakannya karena kolom dan baloknya terpisah. Sebenarnya kadidah dari struktur bangunan ini biaya dan waktunya tidak terlalu signifikan. Namun apabila tidak dilakukan, akibatnya bisa dirasakan sendiri sewaktu terjadi gempa.

Apakah kaidah-kaidah tersebut berpengaruh terhadap ketahanan guncangan gempa?
Jelas. Kaidah-kaidah tersebut apabila diterapkan dengan baik, bangunan akan lebih tahan gempa. Krena strukturnya benar, sambungannya benar, pelaksanaanya baik, lebih menjamin bangunan tahan gempa. Tapi kita juga memperhitungkan besar kekuatan gempanya. Besar kekuatan gempa tidak bisa diabaikan. Umumnya di konstruksi, itu dihitung oleh civil engginer. Tanggung jawab bangunan yang sebenarnya itu terletak pada civil engginer, bukan dari tukang atau mandor. Karena merekalah yang lebih authorized. Secara umum masyarakat Indonesia, lebih senang melepaskan semuanya kepada tukang atau mandor yang hanya berdasarkan pengetahuan yang didapat dari pengalaman. Bukan berarti pengalaman, tidak ada artinya disini. Pengalaman perlu, namun pengetahuan dan pengalaman itu lebih bagus. Masyarakat harus belajar untuk memberikan tanggung jawab bangunannya kepada civil engginer daripada ke tukang atau mandor.

Jepang meruapakan negara maju yang juga sering dilanda gempa. Apakah konstruksi bangunan yang ada di Jepang sudah cukup baik?
Jepang negara kepulauan juga sama seperti kita. Jepang negara yang cukup kaya dengan membangun negaranya melauli pengetahuan. Maju di bidang keilmuan. Pengalaman mereka untuk bangunan atau gedung tahan gempa itu-pun pada beberapa hal lebih maju dibanding kita, tapi tidak semuanya. Jelaslah jepang merupakan mitra yang cocok dan sangat baik untuk berdiskusi bagaimana caranya mengantisipasi efek gempa terhadap bangunan, merancang bangunannya, dan proses pemulihan pasca gempa. Dari aspek manajemen, dari aspek sosial, dan lainnya bisa belajar bersama.

Berarti dapat dikatakan struktur bangunan yang ada di Jepang sudah cukup baik, Seperti itu?
Ya. Pada beberapa item seperti struktur bagunan tinggi tahan gempa, mereka sudah menerapkan beberapa prinsip yang di Indonesia belum ada atau belum digunakan. Seperti struktur penyeimbang pada gedung yang bekerja seperti pendulum. Pekerja memperkecil simpangan gedung pada saat digoyang gempa. Sehingga kerusakan yang ditimbulkannya lebih kecil. Selain itu, teknologi meredam getaran dari tanah agar tidak menggoyang gedung juga sudah digunakan Jepang yang di Indonesia sendiri belum ada karena harganya yang bisa dibilang cukup mahal.

Beralih ke Bandung, Adakah bangunan yang konstruksinya sudah cukup kuat untuk menahan gempa di kota Bandung?
Saya katakan, rumah-rumah tradisional yang dari kayu itu adalah struktur yang cukup handal untuk menahan gempa. Jadi memang seharusnya masyarakat kembali memegang dan menggunakan tradisinya untuk membangun rumah kayu. Karena leluhur kita sebelum menciptakan rumah adat, pastinya sudah memikirkan berbagai hal termasuk aman dari bencana seperti gempa itu sendiri.

Apa sebenarnya yang menyebabkan rumah tradisional itu lebih tahan gempa atau guncangan?
Terutama karena beban gempanya kecil, Jadi strukturnya tidak menerima beban gempa yang terlalu besar. Kedua sambungan-sambungannya memeiliki kemampuan untuk mentoleransi gerak sehingga tidak mudah dirusak oleh gempa.


Menurut Anda, Bagaimana konstruksi bangunan yang ada di Indonesia secara umum?
Seharusnya struktur bangunan di Indonesia sebaiknya kembalilah untuk menyesuaikan diri dengan keadaan alam Indonesia yang rawan bencana. Rumah tradisional itu sudah merupakan bangunan yang paling handal untuk menahan goncangan gempa. Jadi kenapa harus malu untuk menggunakan rumah kayu. Jadi kedepannya, kita harus mempertimbangkan struktur bangunan yang tahan gempa di indonesia secara umum. Sementara ini, dunia konstruksi Indonesia lebih banyak terhadap bangunan-bangunan yang lebih besar bukan bangunan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kedepannya. Rumah-rumah masyarakat berpenghasilan rendahpun harus diperhatikan struktur dan konstruksinya jika tetap ingin menggunakan material batu.