Mencetak Wartawan

(ah macam kue bolu aja pake cetakan...)
Hari ini industri media tengah mengalami transisi yang luar biasa. Teknologi telah menghadirkan banyak inovasi bagi penyajian informasi kepada publik. Perilaku konsumen jurnalisme juga tengah mengalami perubahan luar biasa yang sama. Hari ini makin banyak orang yang tak lagi suka membaca "berita empat kolom". Mereka ingin dapat informasi sesegera dari layar komputer di tempat kerjanya, dari ponselnya di mana pun ia berada. Di banyak tempat di dunia, pun di Indonesia, kemunculan media sosial dan jaringan pertemanan lewat internet telah mengimbas pada rutinitas kerja media hari ini. Tiap tahun, ratusan profesional muda baru yang bergabung ke industri ini selepas menuntaskan pendidikan formalnya. Masih kuat anggapan di benak banyak orang bahwa lembaga-lembaga pendidikan media tidak menyiapkan para siswanya untuk menjawab perubahan kebutuhan yang dihadapi profesi ini. Di sisi lain, ruang-ruang redaksi juga mengalami tekanan yang sama. Mereka pun ada di bawah stress berat untuk melatih para profesional muda yang baru mentas dari kampusnya. Mungkin sudah jadi konvensi bahwa tiap bidang pekerjaan mesti punya dukungan pendidikan dan pelatihan untuk menjawab kebutuhan profesionalnya. Tentu saja soal apakah insitusi pendidikan yang ada bisa memenuhi tuntutan itu atau tidak, itu soal lain. Begitu pula halnya dengan media. Betapa pun ada banyak perbedaan mazhab yang bisa menjawabnya. Sebagian beranggapan bahwa seorang jurnalis itu "dilahirkan" dan karenanya tak ada urusannya dengan pendidikan, sementara yang lainnya bersikukuh di kubu yang berseberangan. Meski begitu, jumlah sekolah jurnalisme terus muncul dari masa ke masa, dan profesi ini pun telah menjadi salah satu pilihan populer di kalangan anak muda. Nah, berikut ini memang sekadar sebuah survei asal-asalan saya. Jelas sama sekali tidak sainstifik, belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya. Saya mengajak ngobrol beberapa wartawan muda, yang sebagian besar tidak saya kenal, saat kemarin-kemarin membantu mengurusi Bogasari Expo dan mereka meliputnya. Populasinya cuman 10 orang. Nah ini temuannya.

Kuis Mafia Hukum

AS Laksana - detikNews

Jakarta - Karena mafia hukum bukan barang asing bagi kita, maka saya mengucapkan selamat datang kepada Anda di kuis yang saya pandu. Ada 10 pertanyaan yang harus Anda jawab di sini. Simak baik-baik.

1. Siapa nama presiden kita sekarang?
JAWAB (J): Pertanyaannya tidak relevan. Lanjutkan ke pertanyaan berikut.
Anda tidak mau menjawab? Anda melepaskan kesempatan untuk mengantungi modal dari pertanyaan yang sangat mudah ini?
J: (Menggeleng) Saya tidak mau mencatut-catut nama presiden.

2. Saya tidak akan memaksa. Selanjutnya, mana di antara ketiga institusi berikut ini yang perannya paling besar dalam penegakan hukum? Silakan pilih: kejaksaan, kepolisian, atau KPK.
J: Anggodo.
Apa alasan anda?
J: Ia membongkar nama-nama pejabat yang patut diduga bekerja sama dengan makelar kasus (markus).

3. Jika Anggodo perannya besar dalam penegakan hukum, penghargaan apa yang pantas diberikan kepadanya?
J: Saya sepakat dengan teman-teman yang sudah memberinya seragam polisi. Anda bisa melihat foto besarnya yang diarak oleh teman-teman saya itu. Mungkin mereka mengusulkan agar Anggodo benar-benar diangkat jadi Kapolri atau Kabareskrim Mabes Polri atau Kasatlantas atau Ka--- apa sajalah.

4. Sekarang kita masuk ke pertanyaan yang berkaitan dengan proses penyidikan di kepolisian. Barang bukti apa yang menguatkan keputusan bahwa seseorang patut dijadikan tersangka dengan tuduhan melakukan pemerasan?
J: Karcis parkir.
Anda yakin dengan jawaban anda?
J: Yakin sekali. Tanpa karcis parkir anda tidak bisa menjadikan seseorang sebagai tersangka.

Luar biasa, keyakinan anda sangat mengagumkan. Saya kira anda mempunyai bakat besar menjadi penyidik. Kita istirahat dulu minum-minum kopi sebentar. Baiklah, saudara-saudara sekalian, kita lanjutkan lagi ke pertanyaan berikutnya:

5. Dalam pidato Senin malam Presiden mengatakan kesungguhannya untuk memberantas makelar kasus. Anda menonton Presiden berpidato, bukan?
J: Ya. Dan anda hendak menanyakan lagi siapa nama presiden kita?
Tentu saja tidak! Kalau Anda betul-betul menyimak pidato itu, pertanyaan kelima ini pasti bisa Anda jawab dengan mudah: Siapa pihak yang paling dirugikan dengan pemberantasan markus?
J: Kawan-kawan saya, warga negara yang beragama Kristen dan Katholik. Dulu mereka pernah dirugikan juga pada zaman Petrus.

6. Karena Presiden mengatakan sangat serius, apakah menurut anda pemberantasan markus itu akan berhasil?
J: Tidak.

7. Anda meragukan kesungguhan Presiden?
J: Pertanyaan anda terlalu menggiring atau mengarahkan. Lanjutkan ke pertanyaan berikutnya.

8. Bisa anda jelaskan alasan ketidakpercayaan anda?
J: Jaksa Agung Hendarman tidak bisa melihatnya dan hanya bisa mencium baunya. Kira-kira si markus ini beroperasi seperti kentut, begitulah. Apakah anda berpikir bahwa Jaksa Agung akan bisa menangkap kentut? Tidak. Dan apakah urusan Jaksa Agung adalah menangkap kentut? Tidak juga.

9. Sebutkan sedikitnya dua pihak yang paling diuntungkan dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.
J: Pertama Menkominfo Tifatul Sembiring; ia melihat peluang dan langsung mengusulkan agar kementeriannya dijadikan satu-satunya penguasa penyadapan. Kedua Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Sebagai penikmat duren, ia mendapatkan barang yang disukainya.

10. Pertanyaan terakhir, negara Indonesia adalah negara hukum, itu tercantum dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 amandemen ke-3. Menurut anda, apakah pencopotan Susno Duadji dari posisinya sebagai Kabareskrim merupakan langkah positif dalam kaitan Indonesia adalah negara hukum?
J: Pertanyaannya salah. Dari dulu Indonesia adalah negara kepulauan.

*) A.S. Laksana, penulis dan cerpenis tinggal di Jakarta