Tampilkan postingan dengan label Pembelajar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembelajar. Tampilkan semua postingan

Dua Jenis Manusia




Ada dua jenis manusia. Pertama, yang membuat kisah pribadinya, dan kedua, yang membuat sejarah.


Tujuan mereka yang membuat kisah pribadi adalah untuk kepuasan dirinya sendiri, sedangkan manusia yang membuat sejarah berusaha untuk melayani seluruh manuia. Perhatian seorang yang membuat kisah pribadi berputar pada dirinya sendiri. Dia melayang-layang di sekitar wilayah di mana kepentingan dirinya dapat tercukupi. Hatinya penuh dengan kebahagiaan jika dia berhasil meraih sesuatu bagi dirinya, tetapi bila tidak ada sesuatu yang dapat diraihnya, maka tidak ada kebahagiaan dalam dirinya.


Sedangkan orang yang membuat sejarah adalah sosok yang berbeda. Ia keluar dari kerangka dirinya. Hidup bukan untuk diri sendiri tapi untuk satu tujuan yang lebih tinggi. Yang menjadi perhatian adalah masalah prinsip, bukan keuntungan. Ia tidak peduli apakah dirinya akan meraih kemenangan atau menderita kerugian; yang lebih penting adalah idealismenya harus tersalurkan. Seolah-olah ia telah melepaskan diri dari pribadinya sendiri dan menancapkan benderanya pada berbagai kepentingan kemanusiaan.


Lalu bagaimana agar dapat menjadi orang yang membuat sejarah? Ada satu hal yang harus dilakukan. Yaitu, berhentilah menjadi orang yang membuat kisah pribadi. Begitu seorang menghapuskan kepentingan pribadinya, maka dia akan mampu membangun masa depan kemanusiaan. Sosok seperti ini meletakkan keluhan-keluhannya hanya ke satu sisi. Figur seperti ini yang akan diperhitungkan dalam sejarah manusia. Mereka adalah orang-orang yang atas keinginannya sendiri, konsen terhadap kepentingan kemanusiaan; mereka tidak mengambil hak untuk mendapatkan perlindungan; mereka hanya memiliki tanggung jawab, yang mereka lakukan dengan resiko apa pun bagi dirinya.


Now, which one are you going to be?

Kemampuan Mengamati Fenomena




Hal mendasar yang harus dipahami, pertama-tama adalah bahwa sebuah fenomena atau kejadian mengandung dua dimensi : statis dan dinamis. Dengan perkataan lain, fenomena yang terjadi harus ditanggapi sebagai kenyataan yang dwipurwa : di satu pihak fenomena itu disikapi sebagai kenyataan belaka (realitat an sich), di pihak lain disikapi sebagai kenyataan yang menjangkau lebih jauh di balik kenyataan tersebut yang secara sederhana berupa dorongan untuk mengetahui "ada apa di balik fenomena" itu.

Dimensi statis maksudnya adalah kejadian itu dipandang sebagai "takdir" semata, tidak bisa digugat atau diduga "ada apa-apanya" di balik fenomena itu. Sedangkan, dimensi dinamis maksudnya fenomena itu "ada apa-apanya" dan berkemungkinan mengalami perkembangan, perubahan, atau "sebenarnya tidak harus terjadi".

Sebagai contoh adalah fenomena sosial berupa trend kerusuhan. Ketika muncul kerusuhan di Tasikmalaya, misalnya, yang dipicu oleh peristiwa pemukulan seorang polisi terhadap seorang kyai (pemimpin pesantren), tentu pengamatan akan berhenti ketika diketahui bahwa pemicu kerusuhan itu adalah ulah polisi tadi (dimensi statis).

Pengamatan akan berkembang ketika kita jauh berpikir tentang mengapa pemukulan itu dapat menggerakkan massa; mengapa amarah massa tidak terkendali padahal mereka warga Tasik yang dikenal sebagai umat Islam yang taat; adakah yang merekayasa, menunggangi, atau memanfaatkannya; bagaimana status kyai di kalangan masyarakat; bagaimana kondisi sosial masyarakat Tasik sebenarnya; adakah kaitannya dengan kecemburuan sosial (gap kaya-miskin) mengingat toko-toko warga nonpri menjadi sasaran; mengkinkah kerusuhan serupa muncul pada masa depan, bagaimana prakondisinya, dan seterusnya.

Contoh lain yang sederhana adalah tentang fenomena alam. Misalnya, ketika kita menyaksikan daun pohon bergoyang diterpa angin. Pengamatan akan dimensi statis akan berhenti ketika kita tahu bahwa daun bergoyang karena diterpa angin. Jika kita mengejar dimensi dinamis-nya, kita akan bertanya mengapa daun bergoyang diterpa angin. Jika jawabannya adalah karena daya tahan daun lebih rendah ketimbang daya tekan angin, mengapa hal itu terjadi, dan seterusnya.
Masihkah kita berpikiran statis akan segala fenomena yang terjadi di sekitar kita?

Rame-Rame Jadi Wartawan


Everybody could be a journalist
Inilah salah satu prosedur dalam peliputan, yaitu:
Form Isian Liputan Halaman Topik
Nama Peliput :
Deadline :
Topik Liputan :
Latar Belakang :
Narasumber :
1.
2.
3.
Pertanyaan Pokok :
1.
2.
3.
Sumber Data+Alternatif :
Waktu Liputan :
Jumlah & Panjang Tulisan :